Hancock-Luffy love 6 - balaghy

Temukan informasimu di sini

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Tuesday, 26 February 2013

Hancock-Luffy love 6



Gaun berwarna-warni dengan detil yang rinci, ditambah dengan pita luar biasa besar di pelbagai bagian piyama—itulah piyama kesukaan Emporio Ivankov. Dengan langkah tidak sabaran Iva melintasi kamar tidur, lalu melangkah ke beranda kamar dengan sebuah Den Den Mushi personal di sebelah tangannya. Ratu kerajaan okama itu sebenarnya tidak suka menelpon untuk mengatakan hal penting yang berada di dalam kepalanya, tapi tidak ada jalan lain. Lagipula ia tidak tahan ingin segera menyampaikan apa yang tengah ia rahasiakan.

KRING KRING KRING
Nada tunggu panjang sempat terdengar sebelum akhirnya Iva mendengar suara berat yang menjawab panggilannya. Tidak masalah, sang okama tahu bahwa dia pasti masih terbangun di suatu tempat entah di mana.

"Ya?"

"Sudah cukup lama, Dragon." Iva memulai pembicaraan malam itu, tersenyum sangat lebar seolah sesuatu yang sangat lucu baru saja hinggap dalam otaknya. "Monkey D. Luffy dan kau benar-benar mirip, dia bisa menjadi sangat kuat, berkemauan keras, dan segila kau saat menginginkan apapun yang ia inginkan…" dia mulai membicarakan Luffy, putra Dragon yang kabur bersamanya nyaris 2 setengah tahun lebih dari Impel Down. Saat itu Iva baru menyadari siapa sebenarnya ayah Luffy. Ternyata dunia sekecil itu, bertemu dengan anak teman terbaikmu dan sekarang menjaga cucu sekaligus calon menantunya.

"… aku benar-benar penasaran bagaimana Topi Jerami Boy bisa menjadi seceria itu padahal kau sangat pendiam, mungkin dia mewarisi sikap kakeknya?"

"Dia putraku."

Iva telah mengenal Dragon selama bertahun-tahun, dan respons seperti itu cukup normal. Dragon umumnya bicara panjang lebar mengenai ide-idenya ataupun strategi yang ia susun, merencanakan penyerbuan negara lain atau cara taktis mendapatkan calon pengikutnya. Iva mengedipkan sebelah matanya beberapa kali, lalu Ratu Kerajaan Kamabaka itu berbisik dengan sangat perlahan, boleh dibilang sangat dramatis.

"Ada sesuatu yang sangat buruk—kabar mengerikan mengenai putramu Luffy, aku tidak tahan mendengarnya, sulit sekali menutup mataku kala malam, dan terus saja menangis tiada henti selama berjam-jam. Kupikir aku harusnya mengunjungi psikiatr—"

"Iva, hentikan main-mainmu."

"Selamat, Dragon~! Kamu beruntung telah memiliki cucu-cucu di usiamu sekarang ini, fufufufu~!" Iva mendadak menyelamati dan memberitahukan kabar gembira itu kepada sahabatnya. "Aku belum bilang kalau mereka kembar, ya~? Apalagi mereka bayi kembar TERLUCU yang pernah ada di muka bumi~!"

"Oh, baguslah."

DOOOOOOONGGGGG!

SIALAN, DRAGON MEMANG PRIA SEJATI. TIDAK ADA BERITA YANG MENGGEMPARKAN YANG DAPAT MENGGUNCANG HATINYA. BAHKAN DEN DEN MUSHI-NYA SAJA TERLIHAT TANPA EKSPRESI—SEPERTI BIASA.

Baiklah, Iva sendiri cukup syok karena gagal membuat pemimpin revolusi itu kaget. Habis, biasanya ia selalu berhasil menipu para anak buahnya. Yah, mungkin saja mereka memang gampang ditipu dan Dragon memang bukan para candy boys.

Masih dilanda syok, Iva menghapus peluh di dahinya, lalu melanjutkan. "Sebentar, kau tidak bermasalah dengan hal itu?"

"Aku lebih muda dari putraku saat dia lahir." Dragon bicara dengan nada biasa seolah memiliki cucu dari anaknya yang masih seperti kekanakan itu sangatlah normal. "Kalau tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan—"

"Sudah mendengar berita terbaru?" Iva dengan cepat menambahkan, menyadari bahwa Dragon tidak lagi tertarik dengan kabar mengenai cucunya. Memang benar, masalah keluarga seharusnya dijaga rapat-rapat, tetapi kalau masalah keluarga yang justru membuat perkara mengapa tidak? Ia baru saja membaca berita yang menyatakan bahwa Boa Hancock dulunya adalah budak. Mungkin itu alasan mengapa Ratu Bajak Laut itu gemetar saat menolak membicarakan kisahnya dulu di Mariejoa. Ya, itu sangat masuk akal.

"Berita mengenai anggota Shichibukai yang tadinya budak, apa yang kau pikirkan?"

"Tidak akan ada lagi perbudakan atau pekerja paksa di kemudian hari." Dragon menekankan nada suaranya. "Semua sistem—Tenryuubito, kerajaan, dan para bangsawan yang berpikir bahwa mereka jauh lebih baik ketimbang manusia lainnya, para budak, para majikan, manusia, para makhluk asing, dan penjualan hewan secara gelap—semua akan menjadi bagian dari masa lalu, sistem lama yang sudah seharusnya terkubur ratusan tahun lalu. Setiap orang berhak menjalani hidup sesuai keinginan mereka sendiri, dan aku percaya kita dapat melaksanakan semua itu—seperti juga aku memercayai putraku."

"Aku bangga kau adalah sahabat baikku, Dragon." Iva tersenyum, memandang ribuan bintang di atas kepalanya yang bersinar terang seperti juga pakaian dalam emasnya. Aku percaya Topi Jerami Boy dapat menciptakan keajaiban, hanya dia yang mampu melakukannya.

"Apa dia pasangannya Luffy?"
.
.
.
Semua anggota Bajak Laut Topi Jerami mengehentikan aktivitas mereka saat Nami mengumumkan berita bahwa Boa Hancock, pasangan kapten mereka, dulu pernah menjadi budak. Bagaimanapun, kebanyakan tidak memercayai berita tersebut dan menganggap bahwa itu hanyalah kabar burung semata yang dibuat untuk mengalihkan fokus mereka terhadap kejahatan Pemerintah Dunia yang menindas rakyat seusai peperangan besar dengan White Beard dua tahun lalu. Percaya bahwa Boa Hancock, Ratu Bajak Laut pernah menjadi budak seperti… seperti percaya bahwa Usopp sudah berhenti berbohong—sangat ekstrim dan sulit diyakini.

"BUDAK, APANYA YANG BUDAK?" Sanji terlihat sangat emosi dengan cuping hidung yang bergerak kembang-kempis bagaikan naga yang siap menyemburkan api kapan saja.

"MAJIKANNYA PASTILAH ORANG YANG PALING BERUNTUNG DI MUKA BUMI KARENA PERNAH MEMILIKI WANITA TERCANTIK SEBAGAI BUDAK! AKU MAU DIA MELAYANIKU—TIDAK, AKULAH YANG AKAN MENJADI PENYELAMATNYA, KESATRIA YANG SELAMA INI IA IMPIKAN~!"

Nami kesal sekali dengan pernyataan heboh Sanji, dengan cepat memukul kepala si koki sekeras mungkin. Dia benci saat Sanji berulah seperti itu. "Bukan itu masalahnya, Sanji-kun!"

"Maafkan aku, Nami-swan~! Akulah budak cintamu untuk selama-lamanya~!"

Kedua mata Sanji berubah menjadi bentuk hati, memberikan perhatian penuh kepada Nami tercintanya. Niat Sanji yang tadinya ingin menanyai tema makan malam kepada gadis cantik yang galak itu langsung terlupakan. Dari seberang mereka Zoro yang sibuk melatih ototnya memutar kedua matanya, heran mengapa si Alis Keriting tidak pernah kapok berbuat keributan.

"Siapa yang bertanggung jawab akan berita itu?" Sanji mulai penasaran, lalu memandang Luffy dan berharap akan mendapatkan jawabannya. Ekspresi itu… sepertinya Luffy memang menyembunyikan sesuatu. 

Hei, tidak mungkin 'kan… Luffy tidak mungkin… Luffy bukanlah pria egois yang sebenarnya menginginkan wanita sesempurna Hancock-sama untuk menjadi budak pribadinya, bukan?! Kapten sialan itu begitu beruntung!

"ARGGHHHHHH!" Sanji menjatuhkan pancinya dan perlahan menjatuhkan dirinya ke atas lantai. "Oh, Tuhan mengapa…"

Zoro menggumamkan sesuatu yang sepertinya terdengar seperti koki bodoh ataupun koki mesum. Brook dan Robin dengan bijak mengawasi setiap perubahan yang ada, sementara Usopp yang mulai dilanda oleh rasa penasaran akan berita mengenai Hancock mendekati sumber yang bisa dipercayai, Luffy. Mungkin saja 'kan Luffy tahu mengenai gosip atau apalah itu.

"Oi, Luffy, apa yang kau tahu—"

"Aku harus menemui Hancock sesegera mungkin. Aku harus pergi ke Pulau Perempuan sekarang." Luffy mengabaikan pertanyaan Usopp. Kapten mereka jarang sekali terlihat seserius itu, tapi bahkan sekarang ia berbicara dengan nada keras. Sudah pasti ada sesuatu yang menyelubungi otaknya yang jarang dipakai. 

"Aku harus menemuinya!"

DOOOONGGGGGGG

LUFFY INGIN MENEMUI HANCOCK?! BUKANKAH ITU SEDIKIT—TIDAK, AMAT SANGAT TIDAK SESUAI DENGAN KARAKTERNYA YANG TIDAK PEDULI DENGAN PEREMPUAN?
Di sisi lain, Franky tertawa terbahak-bahak melihat kaptennya bertingkah demikian, lalu dengan sangat bersemangat ia berpose mesum. "Bagus~! Lekas temui dia dan buatlah anak bersama~! Tidakkah menyenangkan menjadi orang mesum~?"

BANGGGGGG

"Apa sih yang berada di dalam pikiranmu, dasar mesum?!" Nami menghajar cyborg itu dengan panci yang tadi dijatuhkan Sanji. "Ada anak-anak di sini, tahu!"

"Sebenarnya aku menganggap bahwa perkawinan itu sebagai hal yang sangat menarik, dan tidak ada salahnya. Menemukan seseorang yang cocok denganmu dan berbagi saat-saat membahagiakan untuk menghadirkan kehidupan baru sangatlah luar biasa. Dr. Kurenai sering berlibur keluar pulau untuk menemukan pasangan sejatinya." Chopper menjelaskan dengan sepenuh hati, lalu tersipu-sipu sendiri. "Suatu hari nanti kuharap aku bisa menemukan rusa betina dengan hidung biru… lalu bertanya apakah ia mau hidup bersamaku…"

"Bagus sekali, Chopper~!" Franky lagi-lagi berpose tidak senonoh. "Kalau kau gagal akan kubuat cyborg berbentuk rusa untukmu!"

"Seenaknya saja kau bilang Chopper akan gagal," Usopp tertawa, lalu memeluk Chopper keras-keras. 

"Akan kuwarnai semua rusa dengan warna biru."

"Jangan begitu, kau juga akan kubuatkan robot pasangan, Usopp, jangan khawatir."

"OOIIII, kau pikir aku tidak akan laku?"

"Nami, bisa kita kembali ke Grand Line?" Luffy mendadak bertanya kepada navigatornya. "Di mana posisi kita sekarang?"

"Kita mendekati pulau yang asing dengan berbagai perubahan suhu yang tidak stabil, kompas menunjukan adanya pulau yang panas dan dingin di depan sana." Nami menjawab pertanyaan Luffy. Sejujurnya, ia tidak ingin mengikuti permintaan Luffy, apalagi posisi yang mereka dapatkan sekarang telah mereka capai dengan susah payah. "Apa kau serius bahwa kau ingin kita kembali ke Grand Line? Sudah susah payah kita mencapai tempat ini—"

"Ya, kita bisa saja berada di pulau aneh dengan banyak makhluk percobaan, seperti bajak laut yang memiliki setengah tubuh buaya, gadis setengah burung yang seksi, ataupun ilmuwan gila dengan tanduk mirip naga—" Usopp seenaknya berimajinasi. "Jangan lupa anak-anak berukuran raksasa yang terobsesi dengan permen."

"Atau aku bisa bertemu dengan dokter lainnya," Chopper mengangguk setuju. "… dan seseorang untuk diajak berdiskusi ilmiah—tapi bukan yang semacam Dr. Hogback!" dia menambahkan dengan cepat.

"Aku bisa bertukar tubuh dengan Nami dan meraba payudaranya dengan amat bahagia, memegang-megang tubuhnya dengan penuh cinta kasih…" Sanji tersenyum dengan nakal. "Matipun aku rela, tidak ada penyesalan…"

BUGGHHHHH

"Mimpi saja terus!" Nami kembali menonjok wajah Sanji sekuat tenaga, "kau yakin kita akan kembali ke Grand Line?"

"Yohoohoo…" Brook terbang menyusuri dek dengan biola di tangannya. "Inilah keindahan hidup muda dan belia, penuh dengan sensasi mendebarkan. Nami, bolehkan kulihat apa warna celana—"

BUAGHHHHH

"Kita sudah berlayar sejauh ini…" Usopp berkometar. "Kupikir tidak seharusnya kita berlayar balik…"

"Itu perintah kapten! Kita harus mengikutinya!" Zoro akhirnya membuka suara, sebelah tangannya memegang sake dengan erat. Ekspresinya tegas seperti biasa. "Kita harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh kapten!"

"Ara, aku juga berpendapat bahwa keputusan Luffy sungguh tepat." Robinlah anggota kru yang pertama kali menyadari bahwa berita yang tengah disebarkan lewat surat kabar itu adalah kenyataan pahit, apalagi setelah membaca ekspresi wajah Luffy yang jujur. Kalau memang semua itu benar, maka konsekuensinya akan ada banyak masalah yang timbul. Semua masalah itu tentu saja menyenangkan sekali, dan dia tidak sabar menikmati semua itu. "Zoro benar, seharusnya kita mendengarkan apa yang dikatakan kapten."

"Hei, kalau Luffy menjadi seserius itu, apa berarti berita di surat kabar itu tidak salah?" Usopp kembali menanyakan topik utama mereka, lalu kembali membuka Koran di tangannya.

"Kebenaran yang Terselubung Mengenai Wanita Tercantik Selautan, Boa Hancock sang Shichibukai. Melarikan diri dari Red Line bertahun-tahun lalu, sukses mencapai posisi terhormat sebagai Ratu Kuja di Pulau Nyoga, Pulau Perempuan. Dia yang dulunya budak, selamanya budak. Apa itu benar, Luffy?"

"Tidak mungkin," Sanji membantah. Dia sulit percaya bahwa Hancock, wanita tercantik yang paling molek dan menawan pernah menjadi budak. Hatinya tidak mau mengakui hal itu. Kalau dibicarakan lebih lanjut sih dia lebih tidak rela bahwa kaptennya pernah menghabiskan semalam yang indah dengan Hancock-sama. Baik, itu memang di luar apa sedang dibicarakan di sini.

"Tidak mungkin, budak secantik itu, aku juga mau memp—"

"Kita mau tahu semuanya, Luffy!" Nami dan Franky berkata nyaris berbarengan.

"Ya, katakan semua yang tidak kami ketahui, yohohoho!" Brook ikut-ikutan, penasaran mungkin. Sementara itu yang ditanya malah memonyongkan bibirnya ke sebelah kiri, memutar kedua matanya ke sebelah kanan, lalu bersiul-siul dengan ekspresi yang bodoh.

"Aku tidak apapun, kok. Aku hanya ingin menemui Hancock."

JELAS SEKALI BAHWA LUFFY TENGAH MENYEMBUNYIKAN SESUATU!

"Katakan yang sebenarnya!"

"Ya, katakan pada kami! Ayolah katakan!"

"Oi! Oi!" Zoro tidak suka melihat Luffy disudutkan begitu. Dia memang tidak memedulikan urusan Luffy, tapi ia mendukung penuh bila menyangkut masalah pribadi kaptennya. "Berhenti menanyai Luffy!"

"Ah, Zoro, bagaimana kau bisa…"

"Dasar pria tidak bercelana dalam!"

"Kau tidak tahu diuntung, Kepala Lumut!"

"Dasar Alis Pelintir!"

"Baik, baiklah, ayo kita kembali berlayar ke Grand Line!" Nami akhirnya menyerah. Dia tidak mau tahu detilnya, tapi yang pasti rasanya senang menggoda Luffy. Oke, satu hal yang harus dicamkan di sini, dia tidak cemburu. Hmm, mungkin cemburu, tapi hanya sedikit. "Franky, pindahkan laju kapal 180 derajat ke sebelah barat, dan ikuti arah angin!"

"Yo, Nami~!" Franky mengangguk, dan berlari ke dek dengan cepat.

Semua kru di Thousand Sunny tahu bahwa Luffy menyembunyikan sesuatu—jelas sekali dia berbohong—tapi tidak masalah. Mereka memutuskan untuk mengikuti perintah kapten mereka, kembali menyusuri lautan ganas Grand Line untuk menemui Hancock.
.
.
Suasana berwarna merah jambu yang membabi-buta dan tidak mengenal ampun, para okama dengan bulu wajah maupun kaki yang tidak dicukur sampai halus dalam kostum kelinci yang seksi cukuplah sebagai salah satu sambutan untuk Rayleigh dan Shakky yang baru saja tiba di Pulau Momoiro. Rayleigh tidak pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya, jadi ia cukup terkejut menyaksikan jumlah anak buah Iva yang rupanya tidak sedikit. Sejujurnya, ia merasa sedikit terintimidasi oleh kostum para candy boys yang minim, juga banyaknya bulu kaki yang belum tercukur. Belum lagi kumis-kumis mendebarkan itu.

Shakky tersenyum ketika ia melihat kedua bayi yang menggemaskan—yang tengah bermain dengan Salome, ular peliharaan Hancock. Acer dan Fuchsia bertambah gemuk dan semakin terlihat lucu—keduanya mirip sekali dengan ibunya. "Seharusnya kau lebih membebaskan mereka, Rayleigh. Kalau tahu anak Monkey dan Hancock bisa selucu ini seharusnya mereka lebih produktif lagi."

"Aku juga menyesal, Shakky… tunggu, ada sesuatu yang harus kubicarakan dengan Ivankov."

"Baiklah, sayang." Shakky melambaikan sebelah tangannya, lalu memerhatikan Acer. "Ternyata ada bayi laki-laki yang terlahir di Pulau Perempuan, mengejutkan sekali. Menarik bukan, anak tampan?"

Acer mengerutkan wajahnya, lalu melengos dengan arogan—sangat mirip dengan gaya Hancock. Ternyata bayi sekecil itu sudah bisa menunjukkan ketidaksukaannya terhadap orang asing yang muncul secara tiba-tiba, sekaligus menyatakan bahwa kehadirannya ke dunia bukanlah urusan orang lain.

"Wah, sombong juga kau, Monkey pasti akan sangat mengagumimu saat dia melihatmu nanti. Dan siapa ini yang terlihat sangat lucu dengan pita merah?" Shakky memandang Fuchsia yang terlihat sangat cantik, dan sedang memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau lebih mirip ayahmu, anak manis."

Fuchsia tersenyum sangat lebar.
.
.
Rayleigh menghampiri Hancock dengan Koran di tangannya. Dia sudah membaca kabar mengenai pemberitaan masa lalu Hancock, dan ingin tahu pendapat sang Ratu Bajak Laut mengenai hal itu. "Aku sudah menduga bahwa kau sudah menyadari hal ini dan siapa yang mungkin berada di balik semua misteri yang ada—itulah mengapa kami berdua, Shakky dan aku datang terlambat. Sejauh ini, Pemerintah Dunia tengah kelabakan mencari data, memeriksa masa lalumu, Hancock."

Hancock tidak mengatakan apapun. Mengetahui bahwa masa lalunya tersebar melalui media saja sudah membuatnya mati kutu. Terpaksa bersembunyi di Pulau Momoiro, ditanya-tanya mengenai hal yang ia benci membuatnya muak. Terlebih lagi, ditanyai perihal masa lalunya.

Hari-hari penuh kebusukan yang sangat ingin ia lupakan, setiap jam dipermalukan dan dipaksa memohon-mohon demi makanan—tidak, ia harus lebih kuat dari ini. Tidak ada lagi tangisan, tidak ada lagi derita. Di lehernya tidak lagi terkunci tali leher yang sewaktu-waktu dapat meledakkan kepalanya. Dia bebas, dia telah bebas dan tidak ada yang bisa mencuri kebebasannya lagi.

"Kabar buruknya, kudengar Putri Sharlia menanyakan budaknya, para ular bersaudara, dan Angkatan Laut menyetujui penyelidikan itu. Kurasa mungkin saja…" Rayleigh menggelengkan kepalanya, " … mungkin saja itu kau, Sandersonia, atau Marigold."

"Ohhh…" Hancock menggigit bibir bawahnya saat mendengar nama itu lagi. Putri Sharlia! Tentu saja! Siapa yang dapat dengan mudah melupakan apa yang telah diperbuat oleh pelacur murahan itu terhadap dirinya dan kedua adiknya! Oh! Betapa memalukannya menjalankan berbagai perintah dari gadis yang lebih muda dan rewel—jelek, buruk rupa, dan pastinya tidak lebih segala-galanya dibandingkan dia itu sangat sulit dilupakan!

Hentikan, pikir Hancock pelan. Itu hanyalah masa lalu, tidak ada yang pantas untuk… Tetap saja semua terasa menyakitkan. Rasa sesak di dada wanita itu kembali muncul, dan menyiksanya.

Rayleigh menyadari bahwa Hancock adalah wanita yang kuat, tapi tetap saja itu tidak bisa menghapus air mata yang meleleh melewati kedua mata biru Hancock yang indah dan terlihat imut, juga betapa terganggunya wanita itu saat mendengar kabar yang baru ia katakan. Tidak ada jalan lain, ia harus tetap menyampaikan apa yang ia selidiki.

"Hal ini juga berarti Sandersonia dan Marigold berada dalam bahaya bila mereka dapat menemukan tanda budak di punggung mereka. Pulaumu pun berada dalam ancaman serupa. Tidakkah… maaf, apa ini membuatmu—"

"Aku bukannya… aku baik-baik saja, lanjutkan saja…" Hancock menghapus air matanya. "Itu hanya… sedikit sulit untuk…"

"Apakah tidak masalah bila kita membicarakan ini dengan Ivankov? tanya Rayleigh lagi, "aku tidak bermaksud membuatmu sedih, tapi aku yakin pria itu bisa membantu kita."

"Bukan pria bukan wanita, tapi okama!" Ivankov muncul, menunjukkan kostum terang benderang yang mirip dengan burung merak. "Rasanya ratusan tahun tidak melihatmu, Rayleigh~!"

"Senang bertemu denganmu, Ivankov."

"Tentu saja, aku akan menolong Hancock-chan~! Hei, kenapa kau membuatnya menangis?" Iva menanyakan kondisi Hancock, yang rupanya tengah bersedih. Ia mendadak teringat perkataan Dragon tentang perbudakan. Perbudakan adalah salah satu tradisi kuno yang harus dihapuskan secepatnya dari dunia ini karena perlakukan tidak adil terhadap sesama manusia tidak bisa dibenarkan. Setiap manusia memiliki jiwa, mereka bukanlah properti yang dapat diperlakukan sesuka hati. Hidup setiap orang begitu berharga, begitu pula keinginan mereka untuk memutuskan apapun yang mereka inginkan—perbudakan, di sisi lain—menghancurkan kebebasan dan keinginan hidup bebas, mencuri setiap mimpi berharga setiap orang.

"Aku baik-baik saja—hanya… hanya…"

"Menangislah bila kau mau, dan katakan apa saja yang berada di dalam benakmu, aku 'kan selalu berada di sisimu…" Iva mendukung Hancock, tersenyum dengan penuh kehangatan. "Aku yang akan menjadi bidadari penyelamatmu, menolong merajut tali asmara antara kau dan Topi Jerami Boy, memenuhi segala keinginan dan impianmu~!"

Rayleigh tidak mengatakan apapun. Ia tahu itu bukan waktu dan tempat yang tepat.
Hancock memejamkan kedua matanya dengan sedih, "tato yang berada di punggungku ini tidak dapat dihapuskan, dan akan selalu membayangiku seumur hidup. Sekarang ini aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat, tapi—"

"Monkey tidak akan memedulikan hal semacam itu, begitu juga kami semua." Shakky bergabung dengan mereka dengan Fuchsia dalam gendongannya. Bayi kecil itu tersenyum dengan ramah ke semua orang tanpa tahu bahwa ibunya tengah merasa kesulitan.

"Kau dapat berbagi apapun dengan kami, ya 'kan, anak manis?"

"Pilihan kita sekarang adalah mengatakan semuanya kepada Monkey D. Garp, kakeknya Luffy. Semoga saja dia mampu membantu kita untuk menghentikan penyelidikan secara menyeluruh mengenai masa lalumu. Lagipula dia telah mengangkat Ace sebagai cucunya sendiri sekalipun Ace adalah anak Roger. Pasti dia akan membantu kalian." Rayleigh berkata. "Meskipun demikian, hal ini tidak berarti para Naga Langit dan dalang yang berada di balik semua ini menghentikan ulah mereka. Kupikir mereka tidak akan berhenti mencari tahu mengenai dirimu, dan juga kedua adikmu."

"Tidak mungkin kau dapat terus menyembunyikan masa lalumu, Hancock-chan." Iva masih tersenyum lebar seperti biasa. "Satu-satunya cara adalah berpura-pura mati dan mengumumkan bahwa pulaumu berada di bawah kekuasaan Topi Jerami—seperti apa yang telah ia umumkan di Pulau Manusia Ikan."

"Berpura-pura mati? Menyatakan bahwa Pulau Perempuan berada dalam perlindungan Luffy?" Hancock menaikkan sebelah alisnya. Itu ide yang sangat gila! Bukankah itu berarti pada akhirnya dia yang menjadi halangan Luffy untuk meraih impiannya? Dan apa yang akan Luffy pikirkan bila ia tahu bahwa mereka telah memiliki sepasang anak kembar?
.

4 comments:

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here