Kisah kali ini
menceritakan mengenai Hancock dan kedua bayi kembarnya
yang terpaksa
meninggalkan Pulau Perempuan.
part 4
Di tengah
ruangan Rip-off Bar di Grove 13 dalam kawasan Shabaody Archipelago, Silvers
Rayleigh meneguk kembali anggur merah kesukaannya. Perlahan dibukanya kacamata
yang ia kenakan ketika Shakky pindah ke pangkuannya, dan perlahan menyatukan
kedua bibir mereka. Rayleigh mulai bercerita seputar cuaca, pekerjaan, dan
bagaimana para pelaut yang baru belajar berlayar mulai mencoba menawar harga
pengecatan kepada dirinya dengan berbagai cara yang terbilang cukup licik.
Shakky mendengarkan semua cerita Rayleigh dengan seksama sambil tersenyum.
"Aku tak
pernah menduga bahwa hidup dengan seorang mantan penjahat sepertimu bisa
menjadi sangat menyenangkan. Tidak ada lagi yang kuharapkan, Ray." Shakky
menuangkan lebih banyak anggur ke dalam gelas Rayleigh dan meminumnya.
"Selalu saja ada hal yang bisa membuatku senang."
"Dan aku
pun selalu menyukai aroma rokok yang menyengat dari mulutmu, juga ciumanmu yang
terkadang manis dan pahit pada saat yang bersamaan." Rayleigh membalas
senyuman Shakky, lalu membelai dagu istrinya itu dengan lembut. "Semuanya
benar-benar menyenangkan, ya?"
"Tentu,
tapi rasanya agak bosan sejak anak-anak meninggalkan kita." Shakky
melempar senyuman
menggoda kepada suaminya itu. "Benar-benar sepi."
"Maksudmu?"
Rayleigh tersenyum penuh arti. "Apa kau sedang menggodaku, Shakky?"
"Hei,
apapun yang ada di benakmu, bukan itu yang kumaksud."
Ray menaikkan
alisnya yang semakin memutih, "kau ingin liburan, sayang?"
"Hmm, itu
bukan sebuah ide yang buruk, apalagi di saat seperti sekarang."
"Berhenti
berbicara dengan penuh teka-teki begitu." Rayleigh menatap langsung ke
dalam mata istrinya, "apa yang kau maksudkan dengan berbicara seperti itu
kepadaku?"
"Apa yang
akan kau lakukan jika Monkey meninggalkan beberapa pekerjaan untuk kau
periksa?"
"Shakky,
kau membuatku sangat penasaran…"
Shakky
mengedipkan sebelah matanya. Beberapa jam yang lalu, ia baru saja menerima
sebuah surat
yang sangat penting dari Nenek Nyon lewat elang peliharaan Boa Marigold.
Mengetahui apa yang telah terjadi di antara Monkey dan Hancock membuatnya
merasa sedikit takut sekaligus tertarik. Yah, sebenarnya Shakky sangat tertarik
dengan perkembangan mereka. Ia tidak sabar untuk menemui mereka berdua.
"Salahmu
karena kau pernah meninggalkan pulau itu selama enam bulan penuh untuk berjudi,
Ray."
"Aku sama
sekali tidak mengerti apa yang kau maksudkan," Rayleigh tertawa.
"Kupikir kaulah yang tidak pernah mengecewakan pria tua sepertiku dengan
bersikap penuh misteri seperti itu…"
Di tengah Grand
Line, para Pelaut Kuja baru saja menemukan kapal lain yang menuju ke arah
mereka. Benar-benar sebuah keberuntungan yang tidak disangka-sangka setelah
Sang Ratu Bajak Laut memerintahkan mereka untuk mencari kapal baru baru-baru
ini. Hancock berpendapat bahwa bepergian dengan kapal Kuja terlalu beresiko dan
ia tidak ingin keberadaan mereka dapat ditemukan dengan mudah.
Sebenarnya,
kapal yang sedang mereka tumpangi adalah kapal model baru di Amazon Lily.
Selama berabad-abad kapal Pelaut Kuja hanya ada satu. Namun, selama
pemerintahan Sandersonia, adik Hancock itu telah menambah kapal mereka dengan
membuat beberapa kapal yuda berukuran kecil untuk pelayaran jarak jauh maupun
dekat. Ironisnya, justru kapal yang baru dikembangkan inilah yang telah dicuri
oleh penghianat di antara mereka.
ooOoo
"Lihatlah
bendera itu, perompak yang tidak terkenal tapi sepertinya kapal mereka cukup
bagus," Blue Fan tertawa terkikih-kikih sambil terus mengawasi pergerakan
kapal sasaran mereka dengan teropong. "Bersiap untuk menyerang
mereka!"
"Benar
sekali, aku menyukai barang-barang yang terlihat nikmat itu," kata Rindo
dengan tenang. "Aku akan berusaha keras agar bagian yang seperti permen
itu tidak akan terkena meriamku."
"Apa kau!
Aku yang pertama melihatnya, Rindo! Bagian yang seperti permen itu
milikku!" Ran tersenyum dengan antusias. Dengan semangat membara dia
memberi komando serangan kepada awak yang lainnya, "SERAAAAANGGG!"
Perompak Candy
bukanlah bajak laut yang baru mengarungi samudra. Sebelumnya mereka menguasai
Pelabuhan St. Poplar, namun kedatangan CP9 ke sana telah mengacaukan segalanya. CP9
menendang mereka keluar dari St. Poplar
sehingga Perompak Candy kehilangan markas mereka. Ketika mereka menyadari bahwa
lawan mereka adalah para Prajurit Kuja, mereka berusaha mati-matian untuk
melarikan diri secepatnya dari sana.
Mereka mendengar bahwa semua lawan dan musuh Prajurit Kuja mati menggenaskan
dijadikan batu. Tentu saja, mereka tidak ingin bernasib sama.
"BRENGSEK!
TINGGALKAN KAPAL!" sang kapten yang berkostum berwarna-warni seperti
permen loli dan bertopi permen memerintahkan awaknya untuk melarikan diri
sebelum menceburkan dirinya ke dalam dinginnya laut Grand Line. Kru yang
tersisa di kapal hanya bisa panik. Beberapa kru dengan segera langsung menyusul
sang kapten ke laut dan beberapa lainnya hanya bisa berdiri di atas kapal,
mematung tanpa bisa bergerak saking takutnya. Beberapa di antara mereka bahkan
gemetar dengan celana yang basah.
"MENGABAIKAN
KAPAL?" Cosmos tersenyum menghina. "Mereka benar-benar
pengecut."
"Jangan
biarkan mereka lari!" Ran memberi perintah, "Putri Ular telah
memerintahkan kita untuk membunuh mereka semua!"
"BUNUH
MEREKA SEMUA!" semua Prajurit Kuja berteriak dengan niat membunuh yang
jelas tergambar di mata mereka. Misi mereka untuk membajak kapal lain sangatlah
penting. Masing-masing paham bahwa perjalanan mereka haruslah tidak boleh
diketahui oleh siapapun. Mereka tidak ingin ratu kesayangan mereka beserta
kedua bayinya yang sangat lucu itu terkena masalah. Mereka sepenuhnya sadar
bahwa kesalahan sekecil apapun dapat mengakibatkan bahaya besar bagi Putri Ular
dan bayinya. Para Prajurit Kuja rela berbuat apa saja demi ratu mereka.
"Perompak
Candy, huh? Mereka benar-benar lemah!" Ran mencibir ke arah para pelaut
yang nampak sangat memprihatinkan itu. "Aku tak percaya mereka berani
menyebut diri mereka sebagai perompak!"
Cosmos dan
Rindo muncul dari laut bersama beberapa pelaut di tangan mereka. Dengan mudah
mereka melempar para pria malang itu kembali ke kapal mereka. Kurang dari satu
jam para Prajurit Kuja sudah kembali menangkap seluruh Perompak Candy. Tentu
saja kurang dari satu jam, karena kebanyakan dari mereka sudah tak lagi
bernyawa.
"Tolong
jangan bunuh kami! Kalian bisa mendapatkan apa saja yang kalian butuhkan!"
kapten kapal memohon dengan sangat. Ia menangis pilu, berharap bisa memperoleh
belas kasihan.
"Ya, aku
masih memiliki ibu yang cacat dan anak perempuan yang tidak berdaya di kampung
nun jauh di sana, kasihanilah nyawaku…"
"Apa yang
kau bicarakan, hah? Kau 'kan yatim piatu," temannya memotong.
"Sebenarnya akulah yang memiliki ibu yang cacat dan…"
"Tutup
mulut, kau sampah!"
Mereka semua
menyerah dengan kekejaman Prajurit Kuja. Para pria itu sama sekali tidak
memiliki kesempatan untuk meloloskan diri, apalagi menyerang balik. Mereka
benar-benar tidak menyangka bahwa para wanita yang luar biasa menarik itu bisa
menjadi makhluk kejam dan sadis.
"Sudah
kalian kumpulkan mereka semuanya?" sebuah suara dengan nada datar dan
dingin datang dari wanita yang paling cantik di seluruh samudra. Sang Ratu
Bajak Laut Boa Hancock muncul di hadapan para Perompak Candy dari kapal Kuja.
Dia begitu cantik dan menawan. Dengan gaun cheongsam merahnya, tidak ada
kecantikan wanita manapun yang dapat menandingi dirinya. Para Prajurit Kuja
bawahannya seperti biasa, selalu ikut mengagumi kecantikan luar biasa yang
dimiliki oleh ratu mereka.
"Putri
Ular, kami telah melakukan semua perintah anda!" lapor Ran dengan bangga.
"Kami telah menguasai kapal mereka."
"Sungguh?"
Hancock berjalan dengan perlahan ke kapal Perompak Candy. Para prajurit
menyoraki dirinya ketika mereka melihat kemunculan Hancock dan ekspresi
wajahnya yang dingin. "Biar aku yang mengurus sisanya. Kalian segera
pindahkan semua muatan kita ke kapal ini."
"Tolong
jangan bunuh…. GYAAA… CANTIK SEKALI?" sang kapten mendadak bereaksi
berlebihan saat ia menatap Hancock. Kedua matanya berubah menjadi bentuk hati.
"Aku rela menjadi budakmu, peliharaanmu, apa saja…"
"Ya, ya,
tolonglah wahai wanita yang sangat cantik, kumohon jangan bunuh kami!"
"BUATLAH
AKU SEBAGAI BUDAKMU!"
"BUATLAH
AKU SEBAGAI PELIHARAANMU!"
Hancock dapat
merasakan bahwa darahnya mengalir lebih kencang. Para pria itu sungguh
memuakkan. Mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka bicarakan! Mau menjadi
budak? Mau menjadi peliharaannya? Apa mereka tidak tahu betapa memalukan dan
menderitanya untuk menjadi peliharaan orang lain?
"Aku
takkan membunuhmu," Hancock berkata dengan pelan, memberikan salah satu
dari senyuman termanisnya. "Aku takut tanganku akan menjadi kotor bila
jaraknya sedekat ini, dan aku sangat membenci sesuatu yang kotor, sangat
benci."
"Hah?"
para pria itu tidak mampu berkata-kata.
"Sudikah
kalian menjadi batu di bawah laut sana?" wajah Hancock seketika berubah
menjadi kejam. "Mero mero mellow!"
Semua para
perompak itu berubah menjadi batu dalam sekejap. Tanpa ragu-ragu Hancock
langsung menendang patung mereka dan mengirim semua serpihan itu ke laut lepas.
Ia tersenyum, menyadari bahwa ia sangat menyukai apa yang baru saja ia perbuat.
"Ahh,
menendang mereka semua membuat kakiku terasa sakit." Hancock berpura-pura
sakit, seolah-olah tendangan demi tendangan membuatnya lelah atau apa. Ia hanya
ingin meraih simpati para prajuritnya. Dan ia pun suka membuat ekspresi yang
manis, imut-imut dengan wajahnya yang memang sangat cantik itu.
"Wajah
cantik Putri Ular bersinar bagaikan malaikat," para prajuritnya mengagumi
Hancock. Semua mata mereka berubah bentuk menjadi bentuk hati. "Putri Ular
kita selalu terlihat imut-imut."
"Bukankah
dia selalu begitu?"
Sebenarnya
Hancock dapat membunuh semua makhluk yang hina itu sendirian sejak awal, tapi
ia sadar bahwa para prajuritnya membutuhkan latihan dan juga kesenangan. Dia
sangat mengerti itu, dan ia senang bahwa keputusannya itu sangat tepat. Ah,
sebuah hari baru telah berlalu…
Sejauh ini
kapal Perompak Candylah kandidat terkuat untuk menggantikan kapal Kuja
miliknya. Dalam perjalanan itu, mereka telah menghancurkan dan membabat habis
semua kapal yang mereka temui. Tidak boleh ada saksi mata. Tidak bisa ada saksi
mata. Hidupnya dan hidup kedua bayinyalah yang menjadi taruhannya. Para
prajuritnya mengetahui hal itu. Mereka semua mematuhi perintahnya.
Hancock
memandangi bulan purnama yang bersinar dengan terang di langit sana. Ia merasa
kesepian, dan membutuhkan seseorang untuk bercakap-cakap. Sepanjang perjalanan
itu ia terus menekan perasaannya. Ia tidak lagi membiarkan dirinya untuk
kembali menangis lagi. Tidak lagi.
Pada awal
perjalanan ia menjadi sangat sensitif, sedih, dan memalukan. Ia tidak pernah
merasa setakut itu sejak ia melarikan diri dari Red Line. Rasanya ia kembali ke
umur 16 tahun, saat ia masih begitu lemah, tak berdaya, dan selalu pasrah. Tak
lama ia menyadari bahwa ia tidak bisa bersikap manja seperti itu. Ia harus
menjadi kuat. Ia harus menjadi kuat untuk menjaga dirinya sendiri dan juga
kedua bayi kembarnya, harta yang paling berharga dalam hidupnya.
Setelah para
prajuritnya memindahkan semua muatan mereka ke kapal baru yang semula menjadi
milik Perompak Candy, Hancock menghancurkan kapal Kujanya dengan segera. Ia
segera memerintahkan Yuda kesayangannya untuk kembali ke pulau mereka, Pulau
Perempuan. Para Yuda itu merupakan makhluk yang pandai. Dengan segera mereka
mengangguk dan berenang kembali secepatnya ke pulau. Baiklah, satu langkah
kecil telah selesai.
"Bagus
sekali! Sekarang kembali ke posisi semula!"
"Baik,
Putri Ular!"
Hancock
bergegas memasuki kamarnya, mencari kedua bayinya. Merekalah satu-satunya
alasan mengapa dirinya sampai meninggalkan pulau, berpindah-pindah dari tempat
satu ke tempat lainnya yang ia sama sekali tidak ingin kunjungi. Nenek Nyon
telah memperingatkannya bahwa tempat orang itu adalah tempat terbaik untuk
bersembunyi. Tentu saja ia merasa takut, akan tetapi… sudahlah, tidak ada
lagi yang ia takuti! Ia memiliki dua bayi yang harus ia pedulikan, dan Luffy.
Setiap ia
teringat akan Luffy, jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia tahu hal itu jauh
lebih baik ketimbang saat Luffy masih bersamanya. Ia sangat sulit melakukan
apapun saat Luffy masih bersama mereka. Untunglah kedua bayinya mampu
menghilangkan semua kesusahan hatinya. Apa yang Luffy sedang lakukan? Luffy,
apa kau makan dengan lahap sekarang ini?
"Hikk…
Hikk…" Acer perlahan membuka matanya. Hancock menyadari bahwa Acer tidak
menyukai tempat baru mereka. Ruangan itu dipenuhi oleh bau minuman keras dan
bau apel busuk dari pojok ruangan. Dengan cepat Hancock membuka jendela-jendela
di kamar itu. Aroma khas laut Grand Line yang asin langsung memasuki ruangan,
menggantikan bau busuk yang timbul tadi.
Seketika wajah
Acer terlihat sangat senang. Bayinya tertawa-tawa dengan riang.
"Acer, apa
kau menyukai lautan? Di lautlah ayahmu menemukan kebahagiaan terbesarnya…
tempat yang mungkin saja akan kau sukai bila kau ingin pergi menjelajah suatu
hari nanti…"
Acer
memandanginya dengan kedua mata besarnya yang gelap. Mata gelap yang sama
dengan Luffy. "Yah, saudaramu Fuchsia harus menjaga Pulau Perempuan, kan?
Jadi kau bebas menentukan takdirmu, mencari apa yang paling kau inginkan…"
"Hnnn…"
Acer sepertinya paham dengan apa yang ia katakan. Bayi kecilnya itu memberikan
senyuman manis kepada ibunya, yang sedang menatapnya kembali dengan tatapan
yang penuh dengan rasa cinta.
"Kembali
tidur, sayangku. Kembalilah tidur… segera… kalian akan segera menemui Paman
Rayleigh…"
Ketika Acer
menutup kedua matanya, mendadak saudara perempuannya terbangun dan menatap
wajah ibunya. Hancock tersenyum memandangi balik putri kecilnya. Bayinya itu
tidak membuat suara sama sekali, padahal ia terbangun karena keberisikan yang
ditimbulkan oleh saudaranya. Kalau Acer tergolong bayi yang aktif dan berisik,
maka Fuchsia adalah bayi yang kalem dan tenang. Mungkinkah Fuchsia mewarisi
sikapnya? Aw, itu sesuatu yang sangat menyenangkan! Hancock tidak sabar
menunggu sampai kedua bayinya dapat bermain dengan dirinya dan mempelajari
berbagai hal baru bersama-sama. Bila ia beruntung, maka Luffy dapat bergabung
dengan mereka kelak.
"Fuchsia,
kau sebenarnya sudah bangun juga, kan?"
Bayi
perempuannya itu tersenyum. Fuchsia jelas-jelas mewarisi sifatnya. Hancock
menggendong Fuchsia ketika tiba-tiba Acer membuka kedua matanya kembali.
"Hikk…"
"Ah, jadi
kalian berdua sebenarnya ingin bermain denganku malam ini?"
Hancock menaruh
baik Acer maupun Fuchsia ke dalam buaian Salome yang hangat dan lembut, tempat
kesukaan para bayi itu. Kedua bayi kembarnya semakin besar dan sehat dari waktu
ke waktu. Lucu sekali, semakin ia melihat kedua bayinya, ia semakin teringat
akan semangat dan keriangan Luffy.
"Akankah
kau meninggalkan tempat ini tanpa mengucapkan kata perpisahan?"
"Hanya
itu? Tenanglah, aku tak pernah mengucapkan itu kepada siapapun!" balas
Luffy, "lagipula aku ingin menemuimu lagi, nanti!"
Mungkin saja
memasuki tempat itu akan menjadi saat yang menyenangkan. Lagipula ia merasa
bahwa masa depannya nanti akan menjadi begitu indah bersama Luffy yang ia
cintai.
ooOoo
Malam masih
begitu awal di Pulau Cabanera. Para anggota Topi Jerami sedang beristirahat di
sana. Sebenarnya mereka terpaksa tinggal di sana. Nami sudah melihat adanya
badai yang sangat kuat sepanjang pulau Cabanera yang selalu terjadi sekali
dalam dua ratus tahun. Orang-orang selalu mengatakan bahwa badai seperti itu
biasanya berlangsung selama seminggu penuh atau lebih. Ada legenda tua di
Cabanera, yang disampaikan dari mulut ke mulut, bahwa ada seekor naga laut
raksasa yang terperangkap di bawah gua dasar laut Cabanera, yang mengakibatkan
badai topan itu.
"Bagus
tuh! Aku selalu ingin melihat naga!" Luffy berteriak dengan senang. Kedua
tangannya masih memegang sepotong daging berukuran raksasa. "Ayo, kita
coba Shark submarine!"
"SUPEEERRRR!
Pilihan yang bagus, Luffy!" Franky menaikkan kedua tangannya, berpose
seksi. "Tapi ingat yang benar itu namanya Shark Submerge!"
"Ayo
Chopper, mau ikut tidak?" Luffy menanyakan dokter rusanya yang imut. Si
dokter menggelengkan kepalanya.
"Tidak!
Aku harus menyelesaikan ini dulu!"
Chopper sedang
sibuk memeriksa kondisi Sanji. Ia memaksa Sanji untuk menjawab semua
pertanyaannya, yang rupanya bervariasi dan jumlahnya lebih dari seratus. Sanji
terpaksa menjawabnya sambil memasak cemilan untuk kedua wanita di kapal itu. Ia
tengah berencana untuk menyajikan kue terbaru untuk Nami dan Robin tercinta.
"Sudah
kukatakan berulang kali, aku melihat…" kedua mata Sanji seketika berubah
bentuk menjadi bentuk hati dalam beberapa detik. "Ratu Bajak Laut
tanpa…"
Sanji kembali
mendapatkan serangan mimisan kecil-kecilan yang telah menjadi gaya khasnya.
Beruntunglah penyakit mimisan akutnya sudah sembuh total. Tapi tetap saja,
setiap ia mendekati wanita yang menarik ia akan mengalami penyakit memalukan
itu, berkat pikirannya yang kotor.
"Ratu
Bajak Laut?" Chopper menulis beberapa catatan tambahan di bawah puluhan
daftar pertanyaannya. Rupanya, Sanji masih mengalami mimisan bila ia dipeluk
atau disentuh olah wanita. Meskipun begitu ada pengecualian untuk wanita yang
paling cantik di seluruh dunia, katanya. Hanya dengan melihat fotonya saja,
Sanji akan mimisan sampai mati. Baiklah, tidak ada masalah di sini. Eh,
bagaimana jika Sanji menyentuh wanita itu? Akankah dia mati?
"Sanji,
aku ada pertanyaan untukmu…"
"Dia
kecantikan yang paling menawan di seantero lautan, wanita dengan payudara
terbesar yang pernah kulihat, dan sepasang kaki yang nampaknya sangat
menggairahkan, aku bisa menghabiskan jutaan tahun untuk mengagumi dan memuji
kecantikannya saja, jadi bagaimana bisa…." Mendadak Sanji berteriak dengan
sadis ke arah Luffy, "BAJINGAN! BENARKAH KAU TELAH BERCINTA
DENGANNYA?"
Wajah Luffy
terlihat agak tersinggung dengan pertanyaan Sanji yang dipenuhi oleh aura
dendam dan iri hati yang jelas sekali ditujukan kepadanya. "Yang benar
saja, masalah ini lagi? Aku tidak mau menjawab!"
"Bagaimana
bisa bocah bodoh macam itu dapat kesempatan yang sangat luar biasa seperti
menghabiskan satu malam yang penuh gairah bersama Ratu Bajak Laut? Bagaimana
bisa dia bukan perjaka lagi sedangkan aku… aku…" suara Sanji perlahan
mulai menghilang. Rupanya dia terlalu malu untuk melanjutkan kata-katanya.
"Kau itu
cemburu, Sanji." Usopp mendadak muncul dari dek dengan sake di tangannya.
"Kecemburuan adalah dosa besar yang mematikan."
"Kurasa
itu bukanlah kata-kata yang patut diucapkan oleh laki-laki yang berteriak
dengan frustrasi dua hari yang lalu, mengutuk Luffy dan mengucapkan segudang
sumpah serapah lainnya." Nami meledek Usopp. "Kau pun cemburu juga,
Usopp."
"Yohohooho…"
Brook memainkan biolanya dari atas meja tengah. "Kapten kita telah menjadi
seorang pria dewasa! Mari kita mainkan beberapa lagu yang riang malam
ini…"
"Aku
memang sudah menjadi pria kok!" Luffy berkata dengan suara keras.
"Aku kan punya pen…"
"Aku akan
pergi bersamamu, Luffy. Aku pun penasaran dengan apa yang dapat kita temukan di
bawah gua sana," potong Robin. Ia tidak mau mendengar lanjutan kata-kata
Luffy. "Aku baru saja menemukan beberapa buku mengenai naga laut. Aku
percaya bahwa naga itu benar-benar ada di pulau ini."
"NAGA
BENAR-BENAR ADAAA?" Kedua mata Luffy langsung berkilat dengan cemerlang,
sekemilau mentari di siang hari. Chopper juga melakukan hal yang sama.
"TUNGGU APA LAGI?"
"Satu
lagi, kawan-kawan…"
"Ya?"
Sanji langsung menatap Robin dengan sungguh-sungguh dari posisinya di belakang
meja sana. "Apa itu, Robin-chan?"
"Hmmm?"
Usopp menaikkan dagunya.
"Kurasa
normal saja bagi Luffy untuk menghabiskan malam dengan wanita yang ia sayangi.
Itu haknya, bukan begitu, Zoro?"
Si pria
berambut hijau di pojok sana hanya menggeram kesal dengan suara yang tidak
jelas. Dia jelas tidak ingin melibatkan dirinya dengan hal-hal tidak berguna
seperti roman atau semacamnya. Lagipula dia bukan si alis keriting yang terlalu
memikirkan wanita di setiap detik dalam kehidupannya.
Pernyataan
terakhir Robin membuat Luffy sangat bahagia. Mereka pergi ke dek bersama-sama.
Franky mengatakan bahwa ia akan tinggal di dekat kemudi untuk menjadi kendali
dari kapal. Luffy menyengir lebar ke arah Robin, "terima kasih! Kau telah
menolongku, Robin!"
"Itu bukan
masalah, Luffy. Hanya saja…"
"Hanya
saja?" Luffy terlihat benar-benar bingung. Ia tidak tahu apa yang dimaksud
oleh Robin.
"Pernahkah
kau memikirkan hasilnya?"
"Hasil
apa?"
Robin
melemparkan senyuman yang misterius. "Lupakan saja."
ooOoo
Langit di atas
mereka bersinar merah muda. Pelangi yang cantik dengan awan-awan merah muda
mengelilingi seluruh pulau. Hancock pernah mendengar mengenai hal itu
sebelumnya, tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa kabar angin itu benar-benar
nyata. Baik pepohonan dan rumputnya bahkan berwarna merah muda. Semua benda di
sana berwarna merah muda, ungu cerah, dan warna-warna feminin lainnya.
"Putri
Ular, kita berhasil!" suara histeris Blue Fan terdengar ke dek kapal.
"Kita sudah sampai!"
"Bagus!
Terus berlayar sepanjang pantai!" Hancock muncul dari ruangannya. Senyum
manis tampak di wajahnya. Tidak akan ada yang mengira bahwa ia tinggal di Pulau
Momoiro. Siapa yang bisa menyangka demikian? Ide Nenek Nyon selalu sinting,
namun menakjubkan.
Ketika Hancock
dan para prajuritnya memasuki Pulau Momoiro, mereka langsung disambut dengan
senyum hangat para okama dengan wajah-wajah yang sungguh mencurigakan. Mereka
sangat antusias menyambut kedatangan para Prajurit Kuja. Mungkin saja bayi-bayi
mungil di tangan Hancock yang membuat kedatangan mereka disambut dengan
gembira, atau mungkin fakta bahwa ratu mereka adalah tuan rumah yang luar biasa
benar adanya.
Kerajaan
Kamabacca adalah sebuah istana yang sangat besar, terlihat luar biasa dalam
banyak arti. Seluruh istana ditata dengan gaya panggung yang dramatis, penuh
bunga dan lampu panggung besar berwarna-warni. Hancock dan yang lainnya merasa
sedikit takjub saat mereka berjalan masuk ke istana, diikuti oleh para pengikut
Ivankov.
"Aku telah
menerima surat dari Shakky dan Ray-san, yang mengatakan bahwa… YA AMPUN! APA
BAYI-BAYI ITU BAYI TOPI JERAMI BOY?" sang ratu dengan kepala berukuran
luar biasa besar itu tidak dapat menyembunyikan ketertarikannya ketika ia
melihat bayi-bayi di pelukan Hancock. Ia berjalan dengan cepat mendekati
Hancock dan Salome. "Uhmm… mereka imut-imut sekaliiii!"
"Tentu
saja, mereka kan bayiku." Hancock menjawab dengan bangga. "Jadi, mana
Rayleigh? Aku berharap dia sudah ada di sini ketika kami tiba…"
"Selalu ke
inti pembicaraan, ya?" Ivankov mengedipkan sebelah matanya dengan genit.
"Dia belum sampai ke sini. Sebaiknya kau jelaskan kepadaku mengenai apa
yang telah terjadi di antara kau dan Pemerintah Dunia."
Emporio Ivankov
adalah salah satu teman baik Luffy, jadi Hancock sangat menghargai Ratu Okama
itu. Teman Luffy adalah temannya juga. Mungkin suatu saat nanti dia akan
mengundang Ivankov ke pesta pernikahannya.
Hancock
mengambil napas dalam-dalam, "baru-baru ini aku baru saja mendapatkan
sebuah surat undangan dari Pemerintah Dunia. Mereka menginginkanku untuk
mengikuti sebuah pertemuan di Mariejoa. Rasanya benar-benar tidak masuk
akal…"
Hancock tidak
menjelaskan kenapa dia merasa bahwa pertemuan di Mariejoa, tanah suci itu,
adalah pilihan yang aneh sebagai tempat pertemuan. Ia tidak mau menceritakan
bahwa ia dan para saudaranya dulu pernah tinggal di sana sebagai budak. Hal itu
terlalu memalukan untuk diceritakan kepada siapapun.
"Maksudmu
ada sesuatu yang aneh? Apa mereka mencurigaimu karena kau telah membava Topi
Jerami Boy ke pulaumu?" Ivankov terlihat sangat terkejut. "Yah,
sebenarnya hal itu cukup mustahil."
"Ada
penghianat di antara kami. Penghianat brengsek itu telah menyerang para
prajuritku dan kabur dengan salah satu kapal kami." Suara Hancock
terdengar sangat dingin sekaligus terluka. Ia sama sekali tidak pernah
membayangkan bahwa ada peristiwa seperti itu di pulaunya sendiri.
"Beruntunglah, Luffy sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah
ini."
"Kau
salah, Hancock-chan. Pertempuran dengan Vhitebeard yang lalu dan tinggalnya Luffy
di pulaumu mungkin saja menarik perhatian yang lebih kepada dirimu. Adanya
penghianat di antara kalian telah membuktikan hal itu."
"Apa
maksud perkataanmu, Ivankov?"
"Akan
terdengar jauh lebih akrab bila kau memanggilku Iva-chan."
"Iva…
Iva-chan…" Hancock terbata-bata, mencoba memanggil Ivankov. Orang ini
benar-benar aneh! Tapi dia kan sahabat Luffy! "Jadi apa yang kau
pikirkan mengenai hal ini, Iva… Iva-chan?"
"Mereka
tengah mengincarmu, dan sebagian karena hubunganmu dengan Topi Jerami Boy. Apa
kau memberitahukan kabar bahwa kau telah memilki anak atau semacamnya?"
"Tentu
saja tidak. Hal ini sangat pribadi bagiku. Hanya Nenek Nyon, Prajurit Kuja dan
dokter saja yang tahu…"
"Bagus
sekali, Hancock-chan. Itu berarti mereka hanya mengincarmu, tanpa menyadari
bahwa kau sudah memiliki bayi yang lucu bersama Topi Jerami Boy. Tapi ada satu
yang membuatku heran. Kenapa mereka membuat pertemuan di Mariejoa? Apa kau
pernah mengunjungi tempat itu sebelumnya?" Ivankov bertanya lagi. Ia tahu
ada yang disembunyikan Hancock darinya. Instingnya yang berkata demikian.
Hancock
langsung menjadi pucat seketika. tubuhnya mulai berkeringat dingin.
"Kenapa kau menanyakan hal itu?"
Hancock sama
sekali tidak ingin ada lagi yang mengetahui masa lalunya. Ia lebih baik memilih
mati bila ada yang mengetahui hal itu, masa lalu yang ingin ia kubur
dalam-dalam.
"Aku
takkan memaksa bila kau keberatan untuk mengatakan javabannya." Iva
mendadak berkata, menunjukkan gigi besarnya yang putih cemerlang. Dia tahu ada
beberapa hal yang memang jauh lebih baik untuk tetap dirahasiakan. Ia menunjuk
kedua bayi kembar Hancock, "siapa nama mereka berdua?"
Para anak buah
Ivankov pelan-pelan mendekati para prajurit Kuja, membandingkan diri mereka
dibandingkan para wanita itu. Menurut para okama itu, kecantikan para prajurit
Kuja sama sekali tidak sebanding dengan kecantikan mereka.
"Kulitmu
terlihat halus sekali. Sabun macam apa yang biasa kau gunakan selama ini,
Ran-chan?" tanya seorang okama yang kumisnya terlihat tumbuh kasar di
wajahnya yang menyeramkan. Ran terlihat agak terganggu dengan pertanyaan itu.
Si okama kembali melanjutkan aksinya, "sebenarnya, kulitmu itu akan
terlihat jauh lebih bercahaya bila kau menggunakan sabun jangan-lupakan-aku."
"Kau suka
bikini dari kulit ya? Di Pulau Momoiro ini kami lebih suka memakai gaun lembut
sehalus sutra dengan renda-renda yang cantik daripada pakaian yang kasar
begitu. Pria lebih menyukai wanita yang feminin seperti kami dan selalu
tergila-gila oleh kami loh!"
"Oh,
benarkah?" Rindo menjawab acuh tak acuh. Wajahnya datar. "Tidak
seperti kalian, sebenarnya kami tidak begitu peduli dengan laki-laki."
"Itu
pemikiran yang salah! Pria itu manis banget tahu!"
"Terutama
yang terakhir itu tuh, Sanji-kyun…" seorang okama berwajah merah ikut
menambahkan. Raut wajahnya tampak seperti seseorang yang telah kehilangan
sesuatu yang sangat penting. "Dia sangat mengagumkan, kan? Sedih rasanya
mengingat dia hanya tinggal di sini selama dua tahun."
"GYAAA?
SALAH SATU DARI BAYI INI BAYI LAKI-LAKI?" Ivankov menjerit kaget sambil memegangi
kedua pipinya. "SUNGGUH KEAJAIBAN!"
"Tolong
jangan bersikap berlebihan," Hancock tersipu malu. "Sebenarnya aku
juga tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi, tapi kami memang memiliki bayi
laki-laki."
"Topi
Jerami Boy pasti akan senang sekali kalau ia tahu bahva ia sudah memiliki
bayi-bayi selucu ini."
"Mungkinkah
begitu?" wajah Hancock terlihat semakin memerah. "Sebenarnya aku pun
tidak sabar ingin Luffy tahu, tapi aku tidak ingin mengganggu Luffy saat ini.
Dia sedang sibuk meraih impiannya, jadi aku takut bila… bila aku dan bayi-bayi
kami akan menjadi… menjadi penghalang. Rahasiakan saja tentang kami…"
"Ufufufu,
tidak seperti penampilan luarmu yang dingin, ternyata kau adalah wanita yang
penuh dengan kasih-sayang, Hancock-chan." Ivankov tertawa lagi. "Topi
Jerami Boy benar-benar beruntung karena dicintai olehmu."
Jauh di dalam
hatinya, Hancock merasa sangat bahagia dapat bertemu dengan seseorang seperti
Iva-chan.
ooOoo
Di tempat lain,
di antara kedalaman gua-gua dasar laut Cabanera, Luffy sedang sibuk
berekspedisi dengan gua-gua tua berumur ribuan tahun bersama Robin. Gua yang
tengah mereka masuki sangatlah gelap, ditambah lagi arus dasar lautnya sangat
ganas. Meskipun demikian, Robin semakin yakin bahwa arah mereka sudah benar.
Pastinya ada naga menghuni tempat seperti itu. Di sisi lain, Luffy sama sekali
tidak berkonsentrasi dengan naga, makhluk mistis kesukaannya. Pikirannya
terganggu oleh kata-kata yang telah dikatakan oleh Robin.
"Apa tadi
kau mengatakan sesuatu mengenai apa yang telah kulakukan terhadap Hancock? Apa
akibat dari perbuatanku kepadanya? Apa aku telah menyakitinya? Katakan
Robin!"
"Wohooo,
tenanglah, Luffy." Robin tertawa mendengar reaksi Luffy. "Rupanya kau
butuh waktu berjam-jam untuk menyadari perasaanmu kepada Ratu Bajak Laut itu,
ya?"
"Aku hanya
ingin tahu… dulu sepertinya kakek pernah mengatakan kepadaku tentang… yah,
wanita dan pria kalau mereka… kau tahulah, ciuman dan berbuat begitu…"
"Membuat
bayi, maksudmu?"
"Huh?"
Luffy langsung tercengang saat mendengar jawaban Robin. "Membuat
bayi?"
"Apa yang
telah kau lakukan malam itu, Luffy, adalah proses untuk membuat bayi."
Robin berkata dengan senyum lembut yang terkembang di wajahnya. "Kalau kau
beruntung, kau mungkin akan menjadi seorang ayah."
No comments:
Post a Comment