Kisah ini menceritakan mengenai
Hancock and keadaannya setelah Luffy pergi.
Part 2
Suatu siang yang indah di Calm
Belt, Pulau Perempuan. Matahari bersinar cukup terik dan lautan yang berwarna
biru cerah memantulkan cahaya terangnya dengan sempurna. Bunga-bunga bermekaran
dalam berbagai rupa dan warna, menyebarkan semerbak keharuman ke mana-mana.
Meskipun demikian, namun para penghuni pulau sama sekali tidak bahagia dan
mengerjakan tugas-tugas mereka dengan segan. Bagi mereka tidak ada kesenangan
dan kepuasan yang nyata sejak Putri Ular tercinta jatuh sakit dan tidak bisa
memimpin mereka.
Tiga bulan telah berlalu sejak pengumuman sedih itu. Ya, sudah tiga bulan mereka tidak pernah melihat Hancock dan hal itu membuat mereka semua sedih dan pilu. Sandersonia yang telah ditunjuk sebagai pengganti sementara untuk memimpin negeri menunjukkan kualitasnya yang tidak kalah cakap daripada Hancock, namun tetap saja semua terasa berbeda.
Semua terasa berbeda tanpa
Hancock.
Ratu mereka yang satu itu memang kejam, dingin, dan sadis. Dia selalu bertindak semaunya sendiri dan tidak pernah mau mendengarkan nasihat orang lain. Tetap saja, mereka semua mencintai Hancock dengan sepenuh hati. Mereka berharap agar Hancock cepat sembuh dan dapat memberikan perintah-perintah kejam sekali lagi. Apa saja boleh, pikir mereka. Bahkan para penghuni pulau pun merindukan cara Hancock yang kala memerintah sembari merendahkan siapapun. Mereka rindu melihat Hancock dengan sombongnya mengadahkan kepala, berkacak pinggang dan menunjuk dengan jarinya saat memerintah. Pulau Perempuan sungguh merindukan ratu mereka.
"Kikyo, bisakah kau ceritakan padaku apa yang sesungguhnya terjadi dengan Putri Ular? Kudengar kau baru saja kembali dari istana Kuja, membicarakan keberangkatan kalian dengan Putri Sonia. Tidak mungkin kau tidak bertanya 'kan? Rasanya sungguh menakutkan sekali bagiku berpikir yang tidak-tidak belakangan ini, kupikir Putri Ular akan meninggal atau kenapa-napa."
Wanita yang rambutnya dikuncir kuda dan memiliki tatapan mata yang tajam itu menjawab tanpa ekspresi, "aku sama sekali tidak tahu, Margaret. Aku tidak melihat Putri Ular. Yang kulakukan di istana hanyalah berdiskusi mengenai kebutuhan sutra dan perak yang dibutuhkan bulan depan. Lagipula tidak seorang pun yang berani menanyakan Putri Ular, jadi mana mungkin aku tiba-tiba menanyakannya?"
Aphenlandra mengangguk, "yang kutahu hanyalah pekerja istana hanya tinggal beberapa orang saja belakangan ini. Kebanyakan dari mereka dipekerjakan di tempat lain."
"Sungguh?" Kikyo
terkejut. "Kalau begitu pasti ada sesuatu yang bersifat berbahaya dan
menular sehingga… sepertinya begitu, ya 'kan? Tapi aneh juga, Putri Sonia dan
Putri Mari terlihat baik-baik saja."
Margaret mengerutkan alisnya dengan sedih. "Ahhh, ini benar-benar menyebalkan! Yang kini bisa kita lakukan hanyalah menunggu dan menunggu. Penantian panjang tanpa akhir…"
"Kau jelas-jelas menyadari
hal itu jadi jangan menanyaiku lagi."
Percakapan di atas hanyalah
segelintir kecil percakapan para pendekar Kuja dibandingkan dengan semua rumor
yang tersebar belakangan di pulau itu mengenai Hancock. Apakah yang sebenarnya
terjadi dengan Hancock?
Boa Hancock kembali menaikkan kedua alisnya dengan marah di depan toilet. Wajah cantiknya yang pucat kembali memerah dalam hitungan detik. Ia sulit sekali menggunakan toilet dengan kondisinya yang sekarang. Hancock menjadi begitu lemah dan tak berdaya, mudah untuk dicelakai. Semua terasa seperti neraka bagi dirinya. Ia benci mengerjakan sesuatu dengan kondisi lemah seperti itu. Namun Hancock merasa malu untuk meminta pertolongan dari siapapun. Dia tidak ingin bergantung kepada kebaikan orang lain. Tidak akan pernah.
Lagipula kehamilannya adalah rahasia besar. Benar, itu adalah rahasia besar yang tidak boleh dikatakan kepada siapa pun. Hancock telah memutuskan untuk tetap melahirkan bayinya apapun resikonya. Ia tahu segala konsekuensinya dan siap menerima apapun akibatnya kelak. Memiliki anak dengan Luffy berarti bencana besar. Apabila pemerintah dunia tahu mengenai hal ini, mereka bisa mencabut gelarnya dan membunuhnya dengan segera. Ah, mereka pasti akan membunuh bayinya juga. Ia takkan membiarkan mereka tahu. Semua informasi akan disimpannya rapat-rapat. Namun sampai kapan?
Hancock menggigit bibirnya rapat-rapat. Ia kembali teringat saat ia mengatakan kondisinya yang sebenarnya kepada adik-adiknya. Mereka memang bereaksi agak berlebihan waktu itu. Mendadak kepalanya terasa berat. Oh, Tuhan… pening ini membunuhku perlahan-lahan…
Pada malam dingin itu di kamarnya, Hancock menceritakan kebenaran kepada Sonia dan Mari.
"Sonia, Mari, aku
bukannya sakit ataupun sekarat—seperti yang kalian berdua perkirakan sejauh
ini. Aku memang terlihat sedikit gemuk…. Kalian bisa melihatnya dengan jelas.
Karena… karena sekarang ini ada bayi di dalam kandunganku." Hancock
menjelaskan dengan suara yang gemetar.
Ia sudah sering kali melatih
pidato kecilnya, tetapi tetap saja rasanya demikian sulit. Sebenarnya ia tidak
ingin membocorkan rahasianya, akan tetapi tubuhnya sendirilah yang mengkhianati
Hancock. Pada bulan kelima kehamilannya, perutnya menjadi benar-benar besar.
"Katakan bahwa semua ini
hanya mimpi buruk… aku benar-benar ingin terbangun!" Sonia berteriak
dengan sedih saat Hancock memberitahukan hal itu. Ia takut kakaknya kembali
menderita. Ia tidak ingin hal buruk terjadi terhadap Hancock. Disapunya
bibirnya yang kering dengan lidah panjangnya, lalu ia bertanya sekali lagi,
"kau sedang bercanda, 'kan?"
Hancock menggelengkan
kepalanya. "Aku tidak main-main, Sonia. Ini anaknya."
"Aku benyar-benyar tidak
percaya ini! Kau dan Topi Jerami?" mendadak nenek Nyon menyela pembicaraan
mereka. Wajah keriputnya tampak sangat terkejut dan rahangnya lepas.
"Tidak mungkin terjadi!"
Hancock dan adik-adiknya
sesungguhnya jauh lebih terkejut saat menyadari nenek Nyon yang entah bagaimana
kembali muncul di kamar Hancock. Hancock menyembur marah, "berapa kali
harus kubilang agar kau tidak memasuki istanaku sembarangan seperti itu, nenek
Nyon?"
"Kalau kau mengandung
anaknya, kau akan berada dalam bahaya yang besar, putri. Luffy sekarang salah
satu buronyan terbesar yang paling dicari dan anaknya, oh tidak. Anaknya akan
menjadi bahaya besar yang menganycam dunia. Kau tidak boleh mengatakan hal ini
kepada siapapun!"
Wajah Hancock menjadi merah padam
karena marah. "KELUAR DARI SINI! KAU TIDAK MEMILIKI ANDIL APAPUN!"
Wanita yang hamil itu dengan
cepat menutupi perutnya yang membesar. Setiap kali ia berteriak atau
merendahkan orang lain perutnya selalu terasa sakit. Hancock tidak tahan akan
nyeri yang menyiksa itu. Rasa sakitnya benar-benar parah.
"KAKAK!" saudara
perempuannya datang mendekat dan mencoba menenangkan Hancock. "Kak, kau
baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa."
Nenek Nyon juga ikut menghampiri
Hancock, "kau harus menjaga kehamilan ini baik-baik, putri. Jangan
berpikir untuk mengumumkan kehamilan ini. Lebih baik kita menyeleksi isi istana
dengan hati-hati. Yang harus kita pertahankan di sini dokter, perawat, dan
koki. Pekerja dan dayang lebih baik kita singkirkan."
"Betul, seperti aku
menyingkirkanmu."
Dengan tenaga yang tersisa
Hancock melempar nenek Nyon dari jendela. Ia tidak akan mau menerima perintah
siapapun karena Hancock hanya mau menuruti kemauannya sendiri. Meskipun
perintah itu adalah demi kebaikan dirinya.
CRANK!
Nenek Nyon terlempar keluar
istana dengan kecepatan penuh.
"OH, KAKAK!" Mari
dan Sonia sama-sama menggelengkan kepala mereka. Kakak mereka memang
keterlaluan.
Hancock benar-benar tersiksa dengan kondisinya yang sekarang tengah mengandung enam bulan. Dia tidak pernah mengira bahwa hamil bisa menjadi begitu mengerikan. Perutnya menjadi begitu besar dan sering kali terasa sakit. Ia berharap semua itu akan cepat berlalu. Anak… benar-benar sulit…
Tentu saja Hancock tidak pernah berpikir untuk memiliki anak. Dia membenci para pria dengan sepenuh hatinya. Meskipun begitu, Luffy tidak seperti mereka. Dia begitu spesial dan mengandung anaknya akan menjadi hal yang paling menggembirakan di seluruh dunia. Ia mencintai Luffy melebihi apapun. Dengan pikiran semacam itu di otaknya, perasaan Hancock menjadi lebih tenang. Dihampirinya Salome dan dielusnya ular kesayangannya itu dengan lembut.
"Aku akan menunggumu, Luffy. Sampai tiba hari di mana kita bisa berkumpul bersama—selamanya, dengan anak kita…"
oo0oo
Di suatu tempat di pulau Manusia
Ikan, wilayah Kerajaan Ryuuguu, tepatnya di Port Town, Coral Hill, Luffy dan
kru-nya tengah menunggu sampai Sanji pulih dari kondisinya yang kritis akibat
kehabisan darah. Sekembalinya Sanji dari Pulau Momoiro, ia sangat mudah
mengalami mimisan akut yang dapat mengakibatkan kematian.
"Apa yang ada di tanganmu, Luffy-chin?" Camie bertanya. Ia penasaran dengan benda yang ada di genggaman tangan Luffy. Luffy cepat-cepat menyembunyikan benda itu di dalam sakunya.
"Tidak tahu. Aku menemukannya berbulan-bulan lalu di kantong pakaianku. Kupikir ini benda penting," Luffy menjawab dengan wajah datar. Baginya itu cukup lucu. Ia menemukan sebuah kamera hitam setelah bermimpi aneh mengenai Hancock. Sebelumnya ia tidak pernah memimpikan Hancock sama sekali. Yah, itu memang mimpi yang aneh. Ia bermimpi mencium dan menyentuh Hancock.
"Apa yang kupikirkan? Kenapa Sanji belum bangun? Apa dia butuh darah tambahan?"
"Kamera apa tadi,
Luffy?" Mendadak Usopp bertanya. Ia heran karena kaptennya yang bodoh
menyimpan sesuatu yang asing. Luffy memang sulit ditebak. "Apa mungkin
benda itu sebuah petunjuk harta karun?"
"Bukan!" Luffy cepat sekali menjawab. "Ahhh, capeknya berlarian ke sana ke mari mencari donor darah di kota ini!"
"Yah, betul tuh,"
Usopp mengangguk. Ia menyeka butiran keringat di hidungnya dengan pelan.
"Salah Sanji…"
"Sanji-chin!" Camie
berteriak saat Sanji akhirnya membuka kedua matanya. Wajahnya pucat.
"Sanjii! Kau sudah
sadar?" Kali ini Chopper yang berteriak senang. Ia menangis sambil memeluk
Sanji. "Terima kasih Tuhan!"
"Dimana aku?"
"Kau berada di rumah
seorang temanku, di Port Town….! Sanji-chin, kau nyaris meninggal kehabisan
darah!" Camie menjelaskan dengan sepenuh hati.
Begitulah kesibukan Luffy di Pulau Manusia Ikan. Ia tengah sibuk menolong putri duyung dan seluruh kerajaannya yang terancam bahaya. Darahnya yang haus akan petualangan membuatnya tidak bisa terhentikan oleh siapapun. Ketika Luffy tengah bertualang di sana, Hancock tengah menghadapi siksaan dunia yang sangat menyakitkan: melahirkan anak Luffy.
Begitulah kesibukan Luffy di Pulau Manusia Ikan. Ia tengah sibuk menolong putri duyung dan seluruh kerajaannya yang terancam bahaya. Darahnya yang haus akan petualangan membuatnya tidak bisa terhentikan oleh siapapun. Ketika Luffy tengah bertualang di sana, Hancock tengah menghadapi siksaan dunia yang sangat menyakitkan: melahirkan anak Luffy.
ooOoo
"Ini belum waktunya…
kandunganku baru delapan bulan…" Hancock menangis kesakitan. Wajahnya
menjadi sangat pucat. "Oh, apa kau bisa menjelaskan apa yang terjadi
padaku?"
"Tenanglah, putri. Cobalah
untuk terus bernapas dalam-dalam dan teratur, bisakah anda melakukannya?"
Belladonna menasehati Hancock dan memintanya untuk lebih membuka kedua kakinya.
"Bagus… teruslah begitu."
Saat itu tengah malam di Pulau Perempuan. Hancock tiba-tiba merasakan rasa sakit luar biasa dari dalam perutnya. Dengan cepat ia memanggil dokter dan dayangnya. Ia agak kesulitan tinggal sendiri di istana. Sonia dan Mari tengah berlayar di Grand Line. Yang tersisa hanyalah Nenek Nyon.
"Sudah kubilang jangan suka mengamuk begitu, anda terdengar seperti nenek tua yang rewel."
"SEPERTI DIRIMU, DASAR
NENEK TUA!" Hancock mengamuk kembali. "OHHHH… INI SEMUA SALAHMU NENEK
NYON! GARA-GARA TARUHAN SIALAN ITU!"
Nenek Nyon sudah menduga bahwa
Hancock menghabiskan malam itu bersama Luffy. "Yang kuminta hanyalah
sebuah foto. Anda dan si topi jerami yang bertindak terlalu jauh. Aku sama
sekali tidak terlibat."
"BRENGSEK!"
Bukanlah hal yang asing bila para wanita meneriakkan kata-kata kasar saat mereka tengah melahirkan. Mereka akan menyumpah-nyumpah, mengancam, dan melakukan apapun untuk meredakan rasa sakit yang tengah mereka derita. Hancock pun demikian. Dia menyumpahi semuanya, kecuali Luffy.
"BANGSAT KALIAN! APA KALIAN TIDAK BISA BERBUAT SESUATU YANG LEBIH BAIK DARIPADA INI? APA KALIAN BERMAKSUD UNTUK MEMBUNUHKU?"
"Putri Ular, tolong terus bernapas dengan teratur! Aku sudah bisa melihat kepala bayinya!" Belladonna berkata dengan khawatir. "Ayo, putri, aku tahu anda bisa melakukan ini!"
"ARGGHH!" Hancock
mendesah kesakitan. Ia lebih memilih menghancurkan seribu Pacifista daripada
melahirkan. Bertarung dengan shichibukai bahkan lebih baik daripada mengalami
semua rasa sakit itu. Hancock terus menjerit-jerit. Rasa sakit yang ia derita
seperti tidak akan pernah berakhir, terus menyiksanya. Ia ingin sekali mati. Oh,
Luffy, seandainya kau di sini bersamaku…
Mendadak Ia mendengar tangisan yang membahana di ruangan itu. Rasa sakitnya berkurang dengan drastis. Bayinya sudah lahir.
Nenek Nyon mendekatinya dengan
wajah yang berseri-seri. Ia memekik dengan senang, "bayi perempuan yang
cantik, mirip sekali denganmu. Syukurlah, ia tidak mirip dengan ayahnya sama
sekali…"
"Apa maksud perkataanmu?" Hancock seketika berteriak kesal. Apa maksud si nenek tua itu?
"Cepat berikan
bayiku!"
"Itu pujian, Putri Ular.
Kau memiliki bayi perempuan yang cantik, yang sama sekali terlihat berbeda
dengan ayahnya, si Topi Jerami. Semua orang akan mengejar bayi ini kalau mereka
sampai tahu."
"CEPAT BERIKAN
BAYIKU!"
Belladona segera memberikan bayinya kepada Hancock. Hancock menatap bayinya dengan lembut dan penuh kerinduan. Itu bayinya. Itu bayi perempuan Luffy dan dirinya.
Nenek Nyon terus mengamati
melihat bayi yang baru saja lahir itu. Bayi itu sangat cantik seperti ibunya.
Yang membedakan mereka adalah kedua mata hitam dan rambut agak ikal yang
diwariskan oleh ayah si bayi, Luffy.
Benar-benar malaikat kecil yang lucu, desah Hancock dengan penuh kekaguman. Luffy pasti akan sangat gembira saat ia kembali ke sini… kita memiliki bayi, Luffy. Kuharap kau mau menikahiku setelah melihat bayi kita?
Hancock membayangkan pernikahan mewah di Pulau Perempuan. Ia akan mengenakan gaun putih yang sangat indah dan Luffy akan terlihat tampan dengan tuxedo berwarna hitam. Bayi kecilnya akan berada di antara mereka. Semuanya akan menjadi sangat sempurna.
Luffy dan dirinya akan hidup
dengan tenang dan damai untuk selamanya.
Hancock tidak tahu kapan semua nyeri itu kembali datang menghantam dirinya, menyerangnya dengan hentakan yang sangat keras. Nyaris saja ia menjatuhkan bayi yang berada di dalam pelukannya. Ia bahkan nyaris pingsan saat rasa sakit itu kembali memuncak. Ia melolong, berteriak, dan menyumpah-nyumpah. Ia melakukan semua yang bisa membuat dirinya lebih baik. Apa yang sedang terjadi di sini?
"APA-APAAN INI? KENAPA TUBUHKU MASIH TERASA SAKIT BEGINI?"
"Anda masih harus berjuang,
putri. Tolong terus bernapas pelan dan teratur, terus begitu…" Belladonna
terus menenangkan Hancock dan memintanya mengatur napas. Ia sudah mengira bayi
yang akan dilahirkan ratunya kembar. Ya, ratunya akan memiliki anak kembar.
"KALIAN SEMUA
BRENGSEK!"
Nenek Nyon mengeleng-gelengkan kepalanya. "Putri, anda benar-benar kasar."
Tidak lama kemudian terdengar
jeritan kecil di kamar itu. Ada seorang bayi lagi yang terlahir, dengan wajah
yang sama seperti bayi sebelumnya. Rambut dan kedua mata hitam yang sama. Namun
ada yang berbeda. Itu laki-laki.
Bayinya bayi laki-laki.
"Sedang apa kau?" Hancock menjadi curiga. Ditatapnya wajah-wajah yang kembali menatapnya dengan pandangan kosong. "Kemari, aku mau melihat bayi perempuan kembarku yang tercinta."
"Tidak, mereka bukan bayi
perempuan kembar, Putri Ular." Belladonna berkata dengan pelan.
"Bayimu perempuan dan laki-laki."
Hancock menaikkan alisnya, lalu tertawa. "Cukup sudah leluconmu, Belladonna. Aku tidak sanggup lagi untuk… aku benar-benar lelah."
"Aku tidak bercanda. Lihatlah."
Belladona menunjukkan tubuh telanjang si bayi kepada ibunya. Kedua mata Hancock
membelalak karena terkejut.
"Oh, Tuhanku! Aku tidak
bisa percaya ini…"
Semuanya terkejut! Semuanya terus berpikir bagaimana hal semacam itu bisa terjadi. Itulah saat pertama kalinya seorang bayi laki-laki terlahir di kerajaan perempuan. Mereka semua terus tertegun sampai tangis para bayi itu terdengar keras. Mereka rewel meminta susu ibunya.
"Itu pertanda buruk, mana mungkin bayi laki-laki bisa terlahir di sini?" Nenek Nyon merasa bingung sekaligus heran. "Putri Ular, apakah anda…"
"Diamlah, nenek tua.
Sekarang aku cukup mampu untuk menendangmu dari jendela dan memastikan beberapa
tulang rusukmu patah," Hancock mengancam Nenek Nyon. Ia senang sekali
memandang bayi-bayi kecilnya yang bergerak-gerak pelan di dalam gendongannya.
"Oh, kedua bayiku yang menakjubkan…"
"Aku akan terus berada di sini untuk menjagamu, Putri Ular." Nenek Nyon berkata dengan tegas. "Lagipula aku ingin melihat bayi-bayi yang lucu. Mereka memang sangat imut…"
"Menjauh dari kedua bayiku.
Wajah jelekmu bisa menginfeksi mereka."
Orang-orang di ruangan itu
seketika menggeleng dengan penuh simpati. Kasihan Nenek Nyon…
Nenek Nyon tidak menggubris
perkataan Hancock yang kasar dan kembali tersenyum saat melihat Hancock yang
sibuk menyusui bayinya. Ratunya telah menjadi seorang ibu. Gadis kecilnya yang
selalu menangis kini sudah dewasa. Betapa menakjubkan, pikirnya dalam
hati.
"Sudah kubilang menjauh,
Nenek Nyon," Hancock kembali memperingatkan perempuan tua itu. "Kedua
bayiku tidak boleh melihat hal-hal yang jelek dan mengerikan, khususnya pada
saat-saat awal di dalam kehidupan mereka yang gemilang."
"Nama apa yang cocok untuk
mereka?" Belladonna berkata dengan riang, berusaha menghentikan Hancock
yang terus mengintimidasi Nenek Nyon. Ia memperhatikan kedua bayi yang
menggemaskan itu. "Apa anda sudah memiliki nama yang cocok?"
Hancock terdiam, tidak mampu
memberikan jawaban apa-apa.
Itu baru pertanyaan yang
bagus.
ooOoo
Di tempat lain, jauh di dalam
Pulau manusia Ikan, Luffy menyadari ada sebuah perasaan aneh yang menyebar di
dalam dadanya. Ia tidak bisa menjelaskan perasaan semacam itu, dan hal itu
membuatnya bingung. Diambilnya kamera yang disimpan di dalam sakunya, lalu
diamatinya sejenak. Aku tidak kehilangan apa-apa bukan? Kenapa perasaanku
jadi aneh?
Luffy memperhatikan para
anak-anak manusia ikan dan duyung yang sedang bermain dengan gembira di antara
bebatuan. Entah kenapa mereka membuatnya teringat akan sesuatu.
"Tidak seharusnya aku
pusing begini!" teriaknya.
ooOoo
Gorgon bersaudara sangatlah
senang saat menemui anggota keluarga baru mereka. Rasanya tidak percaya melihat
bayi-bayi yang menakjubkan itu. Kedua bayi itu sehat dan menawan, seperti
ibunya.
"Selamat!" Sonia dan Mari
mengucapkannya dengan penuh kasih sayang kepada kakak mereka. Mereka segera
memeluk Hancock dan menciumnya. Sebelumnya mereka telah bertanya mengenai
kondisi Hancock dan bayinya pada Belladonna dan mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Baik bayi dan ibunya berada dalam keadaan yang sehat.
Mari bertanya apakah ia boleh menggendong bayi Hancock. Hancock tersenyum bangga dan memperbolehkan Mari. Mari membuai bayi mungil itu seolah-olah si kecil adalah makhluk paling menggemaskan di seluruh dunia. "Aku berharap bayi ini akan tumbuh menjadi anak yang baik hati, tidak sombong…"
"Apa sih maksudmu itu, Mari?" Hancock agak tersinggung. "Sikap rendah hati tidak pantas untuk ratu. Dia akan menjadi ratu yang selanjutnya, pastikan itu baik-baik! Lihatlah senyuman angkuhnya!"
Tidak akan ada orang tua yang
senang melihat anaknya tumbuh menjadi orang yang sombong dan menyebalkan,
tetapi Hancock memang berbeda. Mari pasrah. Ia berharap Luffy akan datang dan
ikut andil dalam membesarkan kedua bayinya. Paling tidak pria yang penuh
semangat itu bisa membagi sikap rendah hati dan rasa kasihnya yang tulus
terhadap sesama.
"Kapan kau akan memberitahu Luffy akan bayi-bayi ini, kak?" Sonia bertanya sambil menyentuh pipi merah bayi laki-laki kakaknya. "Dia perlu tahu akan bayinya. Oh, cantiknya… wajahnya benar-benar manis…"
"Yang kau gendong itu bayi laki-laki, Sonia."
Bayi kecil itu tersenyum dan
memandang Sonia. Sonia melonjak kaget, nyaris menjatuhkan bayi kecil itu.
"APA? DIA INI LAKI-LAKI?"
Mari pun ikut terkejut
mendengarnya, "bagaimana bisa kak? Tidak pernah ada bayi laki-laki
sebelumnya di sini!"
Hancock tersenyum dengan bangga. "Yah, keajaiban bisa saja terjadi. Terutama bila menyangkut diriku, tentu saja. Katakan, ada kabar baru mengenai Luffy? Bagaimana dia? Apa dia baik-baik saja?"
"Kabar terakhir mengatakan
bahwa dia mengarahkan kapalnya ke Pulau Manusia Ikan di Red Line." Mari
memberitahukan kakaknya yang sibuk menidurkan bayinya. "Para perompak
bodoh itu berkata bahwa Luffy dan navigator cantik berambut oranye itu sedang membeli
peta ke…"
"DIAM! APA KALIAN SEDANG MEMBICARAKAN KRU KAPAL LUFFY?" wajah Hancock langsung pucat. Tadinya ia selalu berpikir bahwa kru kapal Luffy semuanya pria, seperti kru-nya sendiri. Selama ini ia dapat bersabar dengan pikiran yang demikian. Mana bisa aku berdiam diri begini? Apa wanita itu cantik?
"Jadi kakak sama sekali belum tahu?" Mari tertawa. Ia tidak menyadari hati Hancock yang bergejolak dengan keras. "Luffy memiliki dua wanita muda di kapalnya. Nico Robin, seorang arkeolog dan seorang lagi Nami, navigator kapal mereka."
Wajah Hancock memerah karena amarah dan api kecemburuan yang menyebar luas di dalam dadanya. Mereka bisa mencuri hati Luffy kapan saja! Apa yang sedang kulakukan di sini? Aku harus menyusul Luffy secepatnya apapun resikonya!
Nenek Nyon yang entah muncul dari mana mendadak berkata, "kau tidak bisa bepergian seenaknya, putri. Sekarang kau memiliki tanggungan yang jauh lebih besar. Paling tidak kau harus menunggu sampai kedua bayimu cukup besar terlebih dahulu, baru kau bisa pergi ke manapun kau suka."
CRANK!
Nenek Nyon sekali lagi terlempar keluar dari dalam ruangan. Nenek tua itu menjerit dengan marah, "Hebihime-sama (putri ular)!"
"Siapkan sebuah kapal
untukku. Aku akan mengikuti Luffy, ke manapun dia berada sekarang."
"Kak, kau baru saja
melahirkan beberapa hari yang lalu." Sonia memperingatkan Hancock dengan
hati-hati. "Akan sangat tidak aman bila kakak berlayar dengan para bayi
yang baru saja lahir. Mereka akan mudah terpengaruh oleh segala sesuatu…"
"Aku hanya ingin…" suara
Hancock perlahan menghilang. Wajahnya memerah karena air mata kembali tumpah
dari kedua belah matanya yang biru. Hancock berkata dengan getir. Suaranya
berubah serak dan terdengar sangat pedih. "Aku merindukannya. Aku sangat
merindukannya, Sonia. Rasanya aku bisa gila hanya dengan memikirkan Luffy
sedang bersama perempuan lain saat ini…"
Sonia dan Mari sangat panik.
Mereka saling berpandangan dengan gelisah. Pada saat itu keduanya sibuk
memikirkan hal yang bagus agar bisa meredam kegelisahan dan kecemburuan
Hancock. Mendadak Sonia mendapat ide.
"Kak, dia memiliki ambisi yang sangat besar di otaknya. Pria seperti itu takkan memikirkan romantisme dan semacamnya. Percayalah kak, sekarang ini tidak akan ada yang bisa mendapatkan hatinya. Kesempatan kakak untuk menikah dengan Luffy kelak sangatlah besar." Sonia menjelaskan dengan bersemangat. Ia tahu pria macam apa yang dicintai oleh kakaknya. Ia juga yakin Hancock mengenal pria yang dicintainya lebih baik dari siapapun. "Aku yakin Luffy hanya akan menjadi milik kakak."
"Ya, Luffy pasti akan kembali ke sini dan hidup bahagia bersama kakak," tambah Mari.
Hancock menghapus air matanya.
Wajah cantiknya yang pilu membuat hati Sonia dan Mari langsung luluh dalam
sekejap. "Apa kalian mengatakan hal yang sebenarnya? Kurasa kalian hanya
ingin menghiburku…"
"Sungguh, percayalah padaku, kak! Lebih baik kita memperhatikan malaikat-malaikat kecil ini! Luffy pasti akan senang saat bertemu dengan mereka… dan juga dirimu!"
"Kuharap demikian…"
Hancock tersenyum lembut. Ia menatap kedua bayinya yang terlelap. Luffy pasti
gembira saat ia menemui anak-anaknya. Meskipun begitu, ia masih merasakan
secercah kesedihan di relung dadanya. Ia merasa agak ragu. Akankan kau
bahagia ketika kita bertemu lagi, Luffy sayang?
No comments:
Post a Comment